Rabu, 20 April 2011

Menikah denganmu...

Tahun ini, genap lima tahun usia pernikahanku...
Tak ada lagi yang kucari sebagai seorang wanita...
Indah pemberianNya... Suami yang begitu menyayangiku,
2 pangeran kecilku penyejuk mata dan hati ini :)

Bukan hal yang mudah untuk melewati lima tahun ini, tak semuanya manis tapi rasa pahit itu membuat kami  lebih bersyukur. Beda rasa, beda pendapat, beda dalam segala hal  membuat segalanya lebih complicated  tapi itu yang  mendewasakan kami, melihat dari dua sisi yang berbeda-jadi lebih lengkap, membuat kami lebih menghargai satu sama lain. Belajar menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling memaafkan, saling memperbaiki diri untuk tidak menjadi egois, bermanfaat bagi satu sama lain,  menjaga niat suci menyempurnakan agama ini. Lima tahun akan berlalu, perjalanan masih panjang dan sesekali menoleh ke belakang untuk mecari hikmah bukanlah sesuatu yang salah...untuk menjadi pengingat dan penyemangat bahwa apa yang terjadi lima tahun ini adalah yang terbaik digariskan-Nya untukku...Menikah denganmu...

Saat itu aku baru setahun jadi sarjana, bekerja sebagai pegawai honorer sebuah instansi independen milik pemerintah. Layaknya seseorang yang baru lulus kuliah, keinginanku adalah berkarier agar mandiri dan membahagiakan orang tua. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku sama sekali untuk menikah...Tanpa kupinta, jodoh itu datang jika waktunya tiba dan itulah yang terjadi padaku.

Dia menitipkan surat untukku lewat seorang teman yang suaminya adalah teman karibnya (sepasang suami istri ini mak comblang yang sukses, dan setahuku bukan hanya kami yang mendapat bantuannya...Terima kasih ya). Saat menerima surat itu, sempat terlintas dipikiranku dizaman yang secanggih ini masih pake surat? jadul banget. Surat itu tak pernah kubalas, yang kulakukan hanya curhat padaNya sang pemilik hati.

Singkat cerita, Allah memudahkan segalanya bagiku untuk memutuskan menerima dirinya, menerima seorang lelaki yang tidak pernah kukenal sebelumnya, bahkan melihatnya pun baru sekali, itupun tak disengaja. Saat itu sering muncul pertanyaan di benak ini apakah aku gegabah ? segampang itukah ku memilih "teman" untuk seumur hidupku ? kuberusaha menepis pertanyaan-pertanyaan itu, kuyakinkan diriku bahwa semuanya kuputuskan dengan dasar-dasar yang kuyakini kebenarannya...bukankah perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik? selama ini aku berusaha menjaga diriku sebagai seorang muslimah, dengan mengenakan hijab, berusaha menjalankan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya meskipun butuh mujahadah untuk itu dan terkadang aku gagal dalam mujahadah itu, bergaul dengan orang-orang yang memberikan dampak positif bagiku...dan aku yakin dengan janji Allah itu
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula...."  (QS. An-Nur : 26)

Bukankah kita juga dianjurkan memilih pasangan dengan melihat yang utama adalah agamanya? bukan harta, fisik, keturunannya walaupun semua itu juga memberi pengaruh besar tapi tak kekal.
"Wanita dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka  utamakanlah wanita yang memiliki agama (kalau tidak) celaka engkau"   
(HR. Muttafaq 'alaihi)
"Bila datang kepada kalian seorang pria yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"
(HR. Tirmidzi)
Aku tak tahu seberapa dalam dia memahami agama ini (akupun juga baru belajar mengenal agama ini) tapi yang pasti saat itu dia tarbiyah di tempat yang sama denganku, tentunya orang yang tarbiyah adalah orang yang ingin memperdalam dan memperbaiki dirinya ke arah yang lebih baik dan paling tidak dengan tarbiyah dia akan selalu dikelilingi dan bergaul dengan orang-orang yang senantiasa saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, insyaAllah.


Kalau melihat fisiknya dia sudah cukup bagiku karena aku juga bukan sosok  yang "sempurna" baginya, dan tak ada jaminan jika sosoknya begitu indah, dia akan memperlakukan kita dengan indah pula. Kembali lagi yang menjamin hanyalah agamanya, jika pemahaman agamanya baik dan dia mengamalkan apa yang dia pahami, tentunya akan terlihat dalam akhlaknya. Dan tak ada yang lebih membahagiakan seorang istri  selain diperlakukan dengan  indah oleh suaminya, begitupun sebaliknya. Lihat hartanya,  kekayaan hanyalah sesuatu yang bisa dicari dan diusahakan, sifatnya tak pernah kekal dan jika itu tujuan utama tak akan pernah ada kepuasan, lagipula Allah menjamin untuk memampukan orang yang tidak mampu namun menikah untuk menjaga agamanya.
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui"  (QS An-nur : 32) dan aku melihat banyak kisah nyata tentang itu. Lihat keturunannya, ini perlu tapi sekali lagi bukan yang utama, karena yang akan menjalani biduk rumah tangga ini adalah kita, aku dan dirinya, terlepas dari mana dia dan aku ber"asal". Dan Allah tidak pernah membeda-bedakan hambanya karena yang paling baik disisi-Nya adalah yang paling bertakwa.

Satu hal yang paling memantapkan hatiku  untuk memilihnya adalah karena aku sudah menyerahkan keputusan akhir ini kepada-Nya sang pemilik hati ini, Dia Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya dan sekali lagi aku yakin dengan pilihan-Nya. Pilihan yang tak pernah kusesali hingga saat ini dan nanti...Insya Allah.


* Cinta itu tumbuh semakin dalam...karena-Nya